Norli Yanti
Sabtu, 17 Mei 2014
KETAHANAN NASIONAL & INTEGRITAS NASIONAL TOLERANSI
KETAHANAN NASIONAL & INTEGRITAS
NASIONAL TOLERANSI
1. KETAHANAN NASIONAL
A. Latar Belakang Ketahanan Nasional
Bangsa Indonesia setelah berjuang tanpa lelah melawan
kemiskinan, penindasan, dan penjajahan hingga memperoleh kemerdekaannya pada
tanggal 17 Agustus 1945. Bahkan setelah kemerdekaan pun, bangsa ini harus
berjuang dan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Barbagai gejolak baik yang
berupa ancaman, gangguan, dan tantangan terus terjadi, baik yang berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri. Baik yang bersifat fisik maupun non fisik,
yakni yang bersifat ideologis.
Kenyataannya ancaman datang tidak hanya dari luar tetapi
juga dari dalam. Terbukti, setelah perjuangan bangsa tercapai dengan
terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia, ancaman dan gangguan dari
dalam dan dari luar timbul. Misalnya, pada sekitar tahun 50-an telah terjadi
pemberontakan PKI Madiun, agresi Belanda, DI/TII Kartosuwiryo, PRRI Permesta,
Gerakan sparatis RMS, pada tahun 60-an terjadi perebutan Irian Jaya,
pemberontakan PKI yang terkenal dengan G 30 S PKI.
Pada sisi lain, posisi geografis, potensi sumber kekayaan
alam, serta besarnya jumlah dan kemampuan penduduk yang dimiliki negara
Indonesia, sering terjadi ajang persaingan kepentingan dan perebutan pengaruh
negara-negara besar dan adikuasa. Hal tersebut secara tidak langsung maupun
langsung akan menimbulkan dampak negatif terhadap segenap aspek kehidupan dan
mempengaruhi, bahkan apabila tidak diatasi dengan baik dan bijaksana akan dapat
membahayakan kelangsungan hidup dan eksistensi Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dengan keuletan, kesabaran dan semangat kesatuan dan persatuan
bangsa Indonesia, berbagai ancaman, gangguan dan tantangan tersebut dapat
dihadapi dan diatasi dengan baik, terbukti sampai sekarang NKRI ini masih tetap
tegak berdiri sebagai satu bangsa dan negara yang merdeka, bersatu dan
berdaulat. Hal ini juga membuktikan bahwa bangsa Indonesia mempunya ketangguhan
dan ketahanan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam mengatasi setiap
bentuk ancaman, gangguan dan tantangan dari manapun datangnya. Oleh karena itu
dalam rangka menjamin eksistensi bangsa dan negara di masa kini dan masa yang
akan datang, bangsa Indonesia harus tetap memiliki keuletan, ketangguhan dan
pertahanan yang kokoh yang dibina secara konsisten dan berkelanjutan.
Oleh karenanya, penataan kondisi kehidupan yang tangguh,
kuat dan kokoh dalam rangka menjaga ketahanan dan kesatuan negara Indonesia
yang sering disebut kondisi ketahanan nasional harus didasarkan pada
prinsip-prinsip negara hukum. Kondisi kehidupan nasional yang dimaksud
merupakan pencerminan dari Ketahanan Nasional yang didasarkan landasan baik
landasan idiil, konstitusional, maupun landasan visional. Landasan ini akan
memberikan kekuatan konseptual filosofis untuk mengarahkan dan mewarnai semua
kegiatan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B. Pengertian Ketahanan Nasional
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa
yang meliputi segenap kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam
menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik
yang datang dari dalam negeri ataupun dari luar negeri.
Kompleksitas pernyataan yang konseptual tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut: yang dimaksud dengan ketangguhan adalah
kekuatan yang menyebabkan seseorang atau sesuatu dapat bertahan, kuat
menderita, atau dapat menanggulangi beban yang dipikulnya. Keuletan adalah
usaha secara giat dengan kemampuan yang keras dalam menggunakan kemampuan
tersebut di atas untuk mencapai tujuan. Identitas adalah ciri
khas suatu bangsa atau negara dilihat secara keseluruhan. Negara dilihat dalam
pengertian sebagai suatu organisasi masyarakat yang dibatasi oleh wilayah,
dengan penduduk, sejarah pemerintah dan tujuan nasional serta dengan peran
internasionalnya.
Dengan demikian, hakikat Ketahanan Nasional adalah
keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional untuk dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara
dalam mencapai tujuan nasional.
Berdasarkan uraian tersebut, Ketahanan Nasional adalah
kondisi kehidupan nasional yang harus diwujudkan. Kondisi kehidupan tersebut
sejak dini dibina secara terus-menerus berkelanjutan untuk mewujudkan kondisi
tersebut dilakukan berdasarkan pemikiran geostrategi berupa konsepsi yang
dirancang dan dirumuskan dengan memperhatikan kondisi bangsa dan konstelasi
geografi Indonesia. Konsepsi yang demikian itulah kemudian melahirkan Konsepsi
Ketahanan Nasional Indonesia.
C. Landasan Ketahanan Nasional
1. Landasan Ideal
Landasan ideal Ketahanan Nasional adalah Pancasila.
Sebagai landasan ideal Pancasila tidak dapat dilepaskan dengan kedudukan
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila akan mewarnai
aplikasi nilainya dalam perbuatan manusia Indonesia baik dalam melaksanakan
Pancasila secara objektif dalam penyelenggaraan negara maupun dalam kehidupan
sehari-hari sebagai individu atau melaksanakan Pancasila secara subjektif.
Pelaksanaan Pancasila sebagai pandangan hidup dimaksudkan untuk menyadarkan rakyat
bahwa hakikat kehidupan manusia adalah keterkaitan antara manusia dan
Tuhan-Nya, antara manusia satu dengan yang lain, dan antara manusia dengan
lingkungan.
Pancasila merupakan sumber kejiwaan masyarakat yang
memberi pedoman bahwa kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Pancasila dalam hal ini merupakan asas nilai dan norma dalam
bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara. Pancasila merupakan asas kerohanian yang akan membawa bangsa dalam
suasana merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam
perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan damai. Pancasila yaitu
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, persatuan dan kesatuan. Pancasila
hendaknya juga sebagai sumber semangat penyelenggaraan negara.
2. Landasan Konstitusional UUD 1945
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan pada
aturan konstitusional, berdasarkan asas hukum. Kekuasaan dan kewenangan itu
jelas ada tetapi tetap dalam kerangka aturan penyelenggaraan negara menurut
hukum yang berlaku. Hukum di sini berasaskan kesamaan dan keadilan yang berlaku
untuk semua rakyat bahkan termasuk pemerintah. Oleh karenanya, pemerintah
sebagai institusi yang berwenang mengatur negara juga tidak boleh melawan hukum
begitu pula oknum penguasa secara pribadi. Hukum akan mengatur seluruh
kehidupan bangsa dan negara untuk menjaga ketertiban hidup di masyarakat.
3. Landasan Visional Wawasan Nusantara
Bangsa Indonesia merintis jalan kebangsaannya dengan
berjuang mulai zaman penjajahan, secara fisik dan intelektual. Perjuangan
melanggengkan keadilan negara dengan tetap menjaga kemerdekaan dan keutuhan
negara menjadi tugas kenegaraan berikutnya.
Konstelasi geografis Indonesia yang sangat luas dan
kondisi objektif sosial budaya yang sangat erat dengan muatan perbedaan suku,
agama, ras dan antargolongan menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia
untuk tetap menjaga kelangsungan dan keserasian hidupnya. Kehidupan negara yang
dinamis dan perjuangan untuk membangun identitas dan integritas bangsa sehingga
menjadi bermartabat dalam hubungan negara-negara dunia menjadi semangat
perjuangan untuk tetap berkembang maju.
Wawasan Nusantara melandasi upaya meningkatkan ketahanan
nasional berdasarkan dorongan mewujudkan cita-cita, mencapai tujuan nasional,
dan menjamin kepentingan nasional. Dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan
nasional tersebut cara pandang bangsa sangat diperlukan untuk menjaga kesatuan
langkah. Wawasan ini harus ditambah konsep pembinaan keuletan dan ketangguhan
yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional yang disebut
Ketahanan Nasional.
D. Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia
Konsepsi Ketahanan Nasional adalah konsepsi pengembangan
kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan keamanan
yang seimbang, serasi, selaras dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh,
menyeluruh dan terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara.
Dengan kata lain, konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia merupakan pedoman
(sarana) untuk meningkatkan (metode) keuletan dan ketangguhan bangsa yang
mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dengan pendekatan
kesejahteraan dan keamanan.
Konsepsi Dasar Ketahanan Nasional
Konsepsi dasar ketahanan nasional yang dikembangkan di
Indonesia adalah konsepsi dengan model yang dikenal dengan sebutan Model
Astra Gatra. Model ini merupakan perangkat hubungan bidang-bidang kehidupan
manusia dan budaya yang berlangsung di atas bumi ini dengan memanfaatkan segala
kekayaan alam yang dapat dicapai dengan menggunakan kemampuannya. Model yang
dikembangkan oleh Lemhannas (Lembaga Pertahanan Nasional) ini menyimpulkan
adanya delapan unsur aspek kehidupan nasional, yaitu:
Aspek
Tri Gatra Kehidupan Alamiah. Gatra ini bersifat statis, yang meliputi:
a.
Aspek
yang menyangkut pada letak dan kedudukan Geografis negara Indonesia.
b. Aspek yang berkaitan dengan keadaan dan sumber kekayaan
alam Indonesia.
c.
Aspek
yang berkaitan dengan keadaan dan kemampuan pendudukan Indonesia.
Aspek
Panca Gatra Kehidupan Sosial, Gatra ini bersifat dinamis, yang meliputi:
a. Aspek Ideologi
Aspek ideologi pada dasarnya merupakan aspek yang
menyangkut suatu sistem nilai yang diyakini kebenarannya oleh suatu bangsa
sekaligus nilai tersebut merupakan kebulatan ajaran yang memberikan motivasi
dalam berfikir, bersikap dan berperilaku, yaitu ideologi Pancasila.
b. Aspek Politik
Dalam hal ini, kehidupan politik dibagi dalam dua macam,
yaitu:
1. Politik Dalam Negeri, yaitu kehidupan politik dan
kenegaraan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang mampu menyerap aspirasi dan
dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam satu sistem, yang dikenal dengan
sistem demokrasi Pancasila.
2. Politik Luar Negeri, yaitu kehidupan politik yang
dicirikan bebas dan aktif dalam usaha-usaha untuk menjaga ketertiban dunia.
Politik ini diselenggarakan sebagai salah satu sarana pencapaian kepentingan
nasional dalam pergaulan antar bangsa.
c. Aspek Ekonomi
Perekonomian adalah salah satu aspek kehidupan nasional
yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, yaitu meliputi produksi,
distribusi, serta konsumsi barang dan jasa, dan tenaga usaha-usaha untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sistem perekonomian bangsa Indonesia
mengacu pada pasa 33 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa sistem perekonomian
Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
d. Aspek Sosial Budaya, meliputi:
i.
Kebudayaan
Daerah,
ii.
Kebudayaan
Nasional,
iii.
Integrasi
Nasional, dan
iv.
Kebudayaan
dan Alam Lingkungan
e. Aspek Pertahanan dan Keamanan
Pertahanan dan keamanan Indonesia adalah kesemestaan daya
upaya seluruh rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan mengamankan negara demi
kelangsungan hidup bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Asas-Asas
Ketahanan Nasional
Asas Ketahanan Nasional adalah tata laku yang didasari
nilai-nilai yang tersusun berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan
Nusantara. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:
1) Asas Kesejahteraan dan Keamanan
Kesejahteraan dan keamanan merupakan kebutuhan yang
sangat mendasar dan esensial dan wajib dipenuhi bagi individu maupun masyarakat
atau kelompok.
2) Asas Komperhensif Integral
Ketahanan Nasional mencakup ketahanan segenap aspek
kehidupan bangsa, dan segenap aspek tersebut berkaitan dalam bentuk kesatuan
dan perpaduan secara utuh, menyeluruh dan terpadu.
3) Asas Mawas ke Dalam dan Mawas ke Luar
·
Mawas
ke Dalam, bertujuan menumbuhkan hakikat, sifat, dan kondisi kehidupan nasional
itu sendiri berdasarkan nilai-nilai kemandirian yang proposional untuk
meningkatkan kualitas derajat kemandirian bangsa yang ulet dan tangguh.
·
Mawas
ke Luar, bertujuan untuk dapat
mengantisipasi dan berperan serta mengatasi dampak lingkungan strategis
luar negeri dan menerima kenyataan adanya interaksi dan ketergantungan dengan
dunia internasional.
4) Asas Kekeluargaan
Asas kekeluargaan ini mengandung sikap hidup dan nilai-nilai
keadilan, kearifan, kebersamaan, kesamaan, gotong royong, tenggang rasa, dan
tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
E. Sifat Ketahanan Nasional
1. Mandiri
Mandiri maksudnya adalah percaya pada kemampuan dan
kekuatan sendiri dan tidak mudah menyerah. Sifat ini merupakan syarat untuk
menjalin suatu kerjasama. Kerjasama perlu didasari oleh sifat kemandirian,
bukan semata-mata tergantung oleh pihak lain.
2. Dinamis
Dinamis adalah tidak tetap, naik turun, tergantung
situasi dan kondisi bangsa dan negara serta lingkungan strategisnya. Dinamis
ini selalu diorientasikan ke masa depan dan diarahkan pada kondisi yang lebih
baik.
3. Wibawa
Kewibawaan adalah derajat yang mampu meningkatkan harga
sehingga patut untuk dihormati dan dimulyakan. Dengan kewibawaan diharapkan
bangsa Indonesia mempunyai harga diri dan diperhatikan oleh bangsa lain sesuai
dengan kualitas yang melekat padanya.
4. Konsultasi dan Kerjasama
Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia tidak mengutamakan
sikap konfrontatif dan antagonistis, tidak mengandalkan kekuasaan dan kekuatan
fisik semata, tetapi lebih mengutamakan sikap konsultatif, kerjasama, serta
saling menghargai dengan mengandalkan kekuatan moral dan kepribadian bangsa.
F. Kedudukan dan Fungsi Ketahanan Nasional
Kedudukan
Konsepsi Ketahanan Nasional merupakan suatu ajaran yang
diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia serta merupakan cara
terbaik yang perlu diimplementasikan secara berlanjut dalam rangka membina
kondisi kehidupan nasional yang diwujudkan. Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional berkedudukan sebagai landasan konseptual, yang didasari oleh Pancasila
sebagai landasan-landasan ideal dan UUD 1945 sebagai landasa konstitusional
dalam paradigma pembangunan nasional.
Fungsi
Konsepsi Ketahanan Nasional berdasarkan tuntutan
penggunaannya berfungsi sebagai Doktrin Dasar Nasional, Metode Pembinaan
Kehidupan Nasional Indonesia, dan sebagai Pola Dasar Pembangunan Nasional.
G. Masalah Global Berkaitan dengan Ketahanan Nasional
1. Bidang Politik
Salah satu akibat sampingan yang sungguh memperihatinkan
dari saling pendekatan antara negara-negara besar adalah gejala disintegrasi
dan pecahnya negara-negara di berbagai dunia.
Runtuhnya bipolar di dunia mempercepat konstelasi global
yang tidak seimbang. Pembiayaan militer yang tidak terkendali di negara
adikuasa dan sekutunya jelas merupakan ancaman yang gawat terhadap perdamaian
dunia. Kondisi politik yang demikian ini sangat memprihatinkan banyak negara
berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang sangat besar.
2. Bidang Ekonomi
Persoalan perekonomian dunia sangat memprihatinkan.
Misalnya masalah kemiskinan, keterbelakangan, atau pertumbuhan negatif menimpa
sebagian besar negara. Sementara tatanan global tidak memberikan jalan keluar
yang bijaksana. Oleh karena itu, usaha menggalang negara-negara berkembang atas
dasar kemandirian bersama perlu terus ditingkatkan.
3. Bidang Sosial Budaya
Di era ini, suatu negara dengan negara lain dapat saling
mempengaruhi terhadap kehidupan sosial budaya. Negara-negara maju mempunyai kekuatan
untuk memberikan dan mengembangkan budayanya, sementara itu para generasi muda
di negara berkembang cendrung kurang selektif terhadap budaya baru.
2. INTEGRITAS NASIONAL DAN TOLERANSI
A. Integritas Nasional
Pendahuluan
Para penganjur otonomi daerah percaya bahwa integrasi nasional hanya dapat
dipertahankan secara jangka panjang dengan memberikan masyarakat lokal hak yang
lebih besar untuk mengelola sumber daya alamnya masing-masing. Kini, enam belas
tahun setelah terporak porandanya negara-negara di Eropa Timur, Republik
Indonesia masih tetap berdiri dengan segala persoalannya.
Di banyak daerah, konflik kekerasan disebabkan oleh tokoh etnis lokal yang
bersaing merebutkan kekuasaan politik dan akses terhadap sumber daya materi.
Terminologi putera daerah kerap diinterpretasikan secara longgar dengan tidak
hanya mengacu kepada aspek etnisitas, melainkan juga kepada domisili dan tempat
kelahiran untuk memberikan ruang bagi tampilnya elit nasional yang mengincar
posisi strategi di daerah.
Di Indonesia istilah integrasi masih sering disamakan dengan istilah
pembaruan atau asimilasi, padahal kedua istilah tersebut mememiliki perbedaan.
Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan, integrasi sosial, dan
pluralisme sosial. Sementara pembauran dapat berarti penyesuaian antara dua
atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan mereka yang berbeda atau
bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras
(harmonis).
Integrasi nasional adalah penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu
masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh, atau memadukan
masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa.
Masalah integrasi nasional di Indonesia sangat kompleks dan multidimensional.
Untuk mewujudkannya diperlukan keadilan kebijakan yang diterapkan oleh
pemerintah dengan tidak membedakan ras, suku, agama, bahasa, gender, dan
sebagainya.
Dengan demikian upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu
terus dilakukan agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya
pembangunan dan pembinaan integrasi nasional itu perlu, karena pada hakekatnya
integrasi nasional tidak lain menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan
persatuan bangsa yang diinginkan. Pada akhirnya persatuan dan kesatuan bangsa
inilah yang dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang makmur aman dan
tentram.
Menuju Integrasi Nasional
Sejak masa keemasan kerajaan Majapahit, hingga era kolonialisme dan
perjuangan kemerdekaan, dinamika konflik kekerasan selalu lekat mengiringi.
Jika pada masa Orde Baru, ancaman terbesar bagi integrasi nasional cendrung
datang dari akumulasi kekecewaan daerah terhadap pusat, atau konflik yang
bersifat vertikal, maka dewasa ini, kekerasan dan konflik horisontal menjelma
menjadi ancaman serius bagi integrasi nasional.
Eskalasi konflik horisontal di tanah air pasca runtuhnya rezim Orde Baru
mengindikasikan suatu hal penting, yaitu belum tuntasnya proses integrasi
bangsa atau nation building. Proses nation building dimasa Orde Baru
sangatlah rentang ketika dihadapkan pada situasi dimana terjadi perubahan
perubahan rezim yang sangat drastis. Kegagalan proses nation buliding di
Indonesia dicirikan oleh sejumlah fenomena.
Pertama, adalah hubungan
masyarakat di republik ini yang bersifat low-trust society. Secara umum,
minimnya tingkat kepercayaan terjadi di tigas jenis relasi di masyarakat, yaitu
relasi antara masyarakat dengan elit, antara elit sendiri, dan antara
masyarakat. Menurunnya tingkat partisipasi politik rakyat di pemilihan kepala
daerah (Pilkada) langsung misalnya, merupakan indikasi rendahnya kepercayaan
masyarakat terhadap elit politik. Konflik etnis dan agama adalah ilustrasi
paling gamblang dari tingkat kepercayaan yang rendah antara masyarakat.
Kedua, adalah terjadinya
polarisasi yang tajam yang menyangkut identitas kelompok dan terbentuknya sifat
ekstrimitas. Polarisasi ini dapat didasarkan oleh kubu-kubu pemikiran
(kontestasi kubu Islam Liberal dengan tradisional). Keyakinan yang nyaris
absolut dari setiap kelompok tentang nilai kebenaran kelompoknya merupakan
penyakit “ekstrimitas” yang menjangkiti masyarakat Indonesia dewasa ini.
Selanjutnya, dampak dari proses nation building yang belum tuntas
tadi semakin diperparah dengan adanya kecendrungan yang kuat dari pemerintah Indonesia
pasca Orde Baru yang lebih mengalokasikan energi yang dimiliki untuk melakukan
penataan perangkat-perangkat kekuasaan formal seperti revirtalisasi parlemen,
penguatan sistem presidensil, pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan
penataan sistem pemilu dan kepartaian.
B. Toleransi
Di dunia ini, berbagai agama telah lahir dan membentuk
suatu syariat (aturan) yang mengatur kehidupan manusia, yang termaktub di dalam
kitab-kitab suci, baik agama samawi (yang bersumber dari wahyu illahi) maupun
yang terdapat dalam agama ardi (budaya) yang bersumber dari pemikiran manusia.
Semua agama-agama, baik samawi maupun ardi, memiliki fungsi dalam kehidupan
manusia. Berbagai fungsi tersebut yakni: menunjukkan kepada manusia tentang
kebenaran sejati, menunjukkan kepada manusia tentang kebahagiaan hakiki, dan
mengatur kehidupan manusia dalam
kehidupan bersama.
Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan
dalam mengamalkan jalan Tuhan bernama agama tadi. Pengamalan toleransi harus
menjadi suatu kesadaran pribadi dan kelompok yang selalu dibiasakan dalam wujud
interaksi sosial.
Pengertian Toleransi
Kata toleransi dalam bahasa belanda adalah “tolerantie” , dan kata
kerjanya adalah “toleran”. Sedangkan dalam bahasa Inggris adalah “tolerance”.
Toleran mengandung pengertian: bersikap mendiamkan. Adapun toleransi adalah
suatu sikap tenggang rasa kepada sesamanya. Dalam bahasa Arab toleransi biasa
disebut “ikhtimal, tasamuh” yang artinya sikap membiarkan, lapang dada.
Jadi toleransi (tasamuh) beragama adalah menghargai, dengan sabar menghormati
keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok lain.
Menuju Toleransi Hakiki
Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya, dengan
eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardi dalam kehidupan umat manusia
ini. Dalam kaitan ini Tuhan telah mengingatkan kepada umat manusia dengan pesan
yang bersifat universal, dalam QS. Asy-Syuura ayat 13:
tíu° Nä3s9 z`ÏiB ÈûïÏe$!$# $tB 4Ó»ur ¾ÏmÎ/ %[nqçR üÏ%©!$#ur !$uZøym÷rr& y7øs9Î) $tBur $uZø¢¹ur ÿ¾ÏmÎ/ tLìÏdºtö/Î) 4ÓyqãBur #Ó|¤Ïãur ( ÷br& (#qãKÏ%r& tûïÏe$!$# wur (#qè%§xÿtGs? ÏmÏù 4 uã9x. n?tã tûüÏ.Îô³ßJø9$# $tB öNèdqããôs? Ïmøs9Î) 4 ª!$# ûÓÉ<tFøgs Ïmøs9Î) `tB âä!$t±o üÏökuur Ïmøs9Î) `tB Ü=Ï^ã ÇÊÌÈ
Artinya:
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang
telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan
apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah
agama[1340] dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya
orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. Asy-Syuura: 13).
Yang dimaksud: agama di sini ialah meng-Esakan Allah
s.w.t., beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat
serta mentaati segala perintah dan larangan-Nya.
Pesan lainnya terkandung dalam surah Ali Imran ayat 103:
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ wur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.ø$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ øÎ) ÷LäêZä. [ä!#yôãr& y#©9r'sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ã ª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»t#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE ÇÊÉÌÈ
Arinya:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah,
dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu
ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara;
dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari
padanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali-Imran:103)
Pesan universal ini merupakan pesan kepada segenap umat
manusia tidak terkecuali, yang intinya dalam menjalankan agama harus menjauhi perpecahan
antarumat beragama maupun sesama umat beragama. Pesan dari langit ini
menghendaki umat manusia itu memeluk dan menegakkan agama, karena Tuhan Sang
Pencipta alam semesta ini telah menciptakan agama-agama untuk manusia.
Ada dua elemen penting dalam orientasi tindakan manusia
termasuk tindakan manusia dalam beragama yaitu: orientasi motivasional dan
orientasi nilai. Orientasi motivasional adalah berhubungan dengan keinginan
individu yang bertindak itu untuk memperbesar kepuasan dan mengurangi
kekecewaan, atau dalam makna lain. Sedangkan elemen lainnya adalah orientasi
nilai. Orientasi ini menunjuk kepada standar-standar normatif yang mempengaruhi
dan mengendalikan pilihan-pilihan individu terhadap tujuan yang dicapai dan
alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan itu.
Berinteraksi dengan jiwa toleran dalam setiap bentuk
aktivitas, tidak harus membuang prinsip hidup (beragama) yang kita yakini.
Kehidupan yang toleran justru akan menguatkan prinsip hidup (keagamaan) yang
kita yakini. Segalanya menjadi jelas dan tegas tatkala kita melakukan sikap
mengerti dan memahami terhadap apapun yang nyata berbeda dengan prinsip yang
kita yakini. Kita bebas dengan keyakinan kita, sedangkan pihak yang berbeda
(yang memusuhi sekalipun) kita bebaskan terhadap sikap dan keyakinannya. Dialog
disertai deklarasi tegasn dan sikap toleran telah dicontohkan oleh Rasulullah
dalam surah Al-Kafirun ayat 1-6.
ö@è% $pkr'¯»t crãÏÿ»x6ø9$# ÇÊÈ Iw ßç6ôãr& $tB tbrßç7÷ès? ÇËÈ Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç7ôãr& ÇÌÈ Iwur O$tRr& ÓÎ/%tæ $¨B ÷Lnt6tã ÇÍÈ Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç6ôãr& ÇÎÈ ö/ä3s9 ö/ä3ãYÏ uÍ<ur ÈûïÏ ÇÏÈ
1.
Katakanlah:
"Hai orang-orang kafir,
2.
Aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah.
3.
Dan kamu bukan
penyembah Tuhan yang aku sembah.
4.
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah,
5.
Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
aku sembah.
6.
Untukmu agamamu, dan
untukkulah, agamaku."
Toleransi dalam
Pluralisme Beragama
Agama merupakan satu angurah Tuhan Yang Maha Esa,
diperuntukkan bagi kemaslahatan, kebaikan, dan kesejahteraan umat manusia.
Agama, bagi bangsa Indonesia menjadi sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang
sangat tinggi nilainya.
Perbedaan agama sesungguhnya hanya berada pada tataran
dogmatis, tetapi pada tingkat esensial atau makna dari substansi ajaran agama
masing-masing dapat diangkat sebagai persamaan-persamaan yang mendasar, karena
semua agama mengandung muatan-muatan ajaran: ke-Tuhanan, kemanusiaan
(humanity), kasih sayang, persaudaraan, dan penghargaan terhadap hak-hak
manusia.
Kehidupan beragama pada hakekatnya tidak hanya berkutat
pada substansi ajaran agama masing-masing. Tetapi yang lebih penting adalah
bagaimana substansi ajaran agama itu diimplementasikan dalam kehidupan nyata
dalam rangka menjawab tantangan zaman.
Karena itulah pemahaman terhadap esensi ajaran agama
menjadi relevan dan sangat bermakna untuk membangun dan menciptakan toleransi
serta kerukunan umat beragama yang mengacu pada ajaran yang bersifat
kemanusiaan, kasih sayang, persaudaraan dan penghargaan terhadap hak-hak dasar
manusia. Kerukunan, kedamaian, dan kesejahteraan adalah dambaan setiap manusia.
Pemikiran Agama yang
Toleran – Inklusif
Melengkapi aneka pandangan para pakar sosiologi dan
sejarahwan tersebut, Kyai dan Cendekiawan tempil dengan wawasa religius yang
kosmopolitan yang menyejarah (historis), konsektual, plural dan inklusif serta menawarkan
kesejukan, kenyamanan dan kedamaian.
Penghargaan Islam dalam
Toleransi terhadap Pluralitas
Bahwa
Islam sebagai agama wahyu itu dihayati dalam konteks pribadi, baik religius
maupun sosial dan budaya yang unik. Fenomena Islam yang demikianlah yang
dinamakannya “Islam Anda”, sebagai kebenaran religius yang diperoleh atas dasar
keyakinan dan bukan pengalaman.
Toleransi dalam
Pluralisme Budaya
Dalam tatanan yang agak berbeda, namun memiliki kenyataan
yang rasional, multikulturalisme menjadi pencaharian yang amat panjang
mengenai hak keseimbangan yang tidak tampak antara kebenaran mayoriras dan
kebenaran minoritas. Hal ini sering dipahami sebagai kesenjangan pusat dan
daerah, nasionalisme dan etnosenterisme, sentralisasi dan desentralisasi, yang
berakibat terhadap kurang harmonisnya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kebudayaan menunjuk kepada sederetan sistem pengetahuan
yang dimiliki bersama, perangai-perangai, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai,
peraturan-peraturan, dan simbol-simbol yang berkaitan dengan tujuan seluruh
anggota masyarakat yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan
fisik.
Interaksi antara seni dan agama sudah lama menjadi
kenyataan. Agama merupakan sumber etika dan moralitas. Seni adalah salah satu
wahana yang paling tepat untuk mempromosikan kehidupan agama. Simbol-simbol
agama disosialisasikan lewat pameran dan pementasan seni. Seni dalam semua
jenis dan sifatnya tak dapat dipisahkan dari lingkungan hidup. Pemahaman
tentang fungsi lingkungan hidup sebagai tempat berlindung, mencari nafkah, dan
mencari identitas sering dilukiskan dalam seni rupa maupun seni pertunjukkan.
Sejak Indonesia diakui sebagai negara kesatuan yang
merdeka, hak individu diperhatikan. HAM adalah hak seseorang untuk memperoleh
kehidupan yang layak, hak untuk mendapat keadilan, hak untuk hidup sejahtera
dan lain sebagainya. HAM merupakan sebuah nilai kehidupan yang mutlak menjadi
perhatian seluruh bangsa.
Toleransi dalam
Pluralisme Suku
Pluralisme adalah suat paham yang menerima ko-eksistensi
berbagai suku bangsa, golongan, agama, aliran kepercayaan dsb dalam suatu
masyarakat yang majemuk. Pluralisme dapat dikatakan merupakan pengejawantahan
motto “Bhineka Tunggal Ika” (meski berbeda-beda, kita tetap satu jua,
yakni Indonesia).
Mengembangkan pluralisme terbantahkan bahwa Indonesia
terdiri atas banyak suku atau subsuk, mempunyai sekitar 583 bahasa daerah yang
mereka gunakan sebagai alat komunkasinya. Tak hanya itu, berbagai suku dan
subsuku itu ada juga yang masih menjalankan ibadah atau ritual yang sesuai
kepercayaannya yang secara turun-temurun diwariskan.
Identitas itu tidak perlu dengan memakai taktik
menggembor-gemborkan isu keutuhan NKRI sembari menuding orang-orang yang tak
mendukung taktiknya sebagai pihak pendukung pelepasan suatu daerah. Bersumber
dari kenyataan ini tampaknya lemah mengembangkan identitas nasional dari isu
keutuhan NKRI. Tantangan mengembangkan identitas nasional terletak pada pikiran
dan sikap yang terbuka untuk menghormati keanekaragaman, mendorong demokrasi
yang partisipasif, memperkuat penegakan hukum, serta memajukan solidaritas
terhadap mereka yang lemah atau korban di mana negeri Indonesia adalah ruang
publik sebagai tempat kita hidup bersama tanpa menonjolkan eksklusivisme.
Dalam pertaliannya dengan negara, tantangan pengembangan
pluralisme di Indonesia adalah mendorong negara untuk bertanggung jawab dalam
melindungi warga, mengikis penyelewengan kekuasaan, mengehntikan dengan segera
setiap konflik komunal atau horisontal ke arena perdamaian.
Mayoritas Melindungi
Minoritas
Kita sepakat melakukan gerakan moral untuk mencegah
anggapan bahwa Islam di Indonesia menakutkan. Karenanya diperlukan upaya serius
untuk menampilkan Islam yang sejuk, yang damai, dan yang melindungi. Tidak saja
bagi penegakkan amar ma’ruf nahi munkar, tetapi juga bagi tegaknya nilai-nilai
luhur kemanusiaan Islam dalam konteks kerukunan lintas agama, lintas golongan,
suku, dan organisasi. Sehingga posisi Islam sebagai bagian terbesar (mayoritas)
di Indonesia hadir bukan sebagai ancaman dari komunitas nonmuslim, tapi justru
sebagai penjamin dan pelindung keberadaan hak-hak minoritas.
Menuju Transisi Demokrasi
dan Pluralisme
Salah satu prasyarat penting bagi demokrasi
adalah pengakuan terhadap pluralisme dan hak-hak minoritas. Bahwa demokrasi
bukan saja harus menghargai dan meghormati perbedaan dan keanekaragaman, tetapi
juga sekaligus mengakuinya sebagai kenyataan yang wajar. Demokrasi tidak boleh
menindas perbedaan, mengintimidasi kemajemukan dan melakukan penyeragaman
secara paksa. Sebaliknya, demokrasi justru harus menyediakan perlindungan,
keamanan, dan kenyamanan bagi perbedaan dan juga kelompok-kelompok minoritas.
Dalam pengertian yang lebih sosiologis, demokrasi senantiasa menjamin perbedaan
suku, agama, etnis, kelompok daerah dan sebagainya, berdiri berdampingan secara
damai.
Pluralisme Suku:
Mengelola Konflik
Munculnya ledakan konflik dan kerusuhan dimasyarakat
akhir-akhir ini yang dilatarbelakangi oleh perbedaan etnis, suku, daerah, agama
sesungguhnya tidak perlu terjadi jika sejak awal masyarakat disadarkan akan
pentingnya toleransi meski sejatinya mereka berbeda.
Konflik fisik memang bisa didamaikan dengan
mengikutsertakan ketertiban militer seperti di Ambon. Kekerasa sosial juga bisa
diselesaikan oleh aparat pemerintah sebagaimana baru-baru ini terjadi di Poso
melalui kesepakatan Malino. Tetapi jika kesadaran terhadap pluralisme tidak
tertanam secara memadai, maka sewaktu-waktu konflik fisik dan kekerasan antar
kelompok akan muncul kembali. Artinya, penyelesaian secara formal hanya akan
menanggulangi konflik dan tidak mendatangkan situasi damai secara tuntas. Hal
demikian tentu akan menjadi ancaman serius bagi pluralisme dan rasa damai di
masyarakat, lebih jatuh lagi akan mengancam proses demokratisasi Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Yudhyarta,
Deddy Yusuf.
2014. Pendidiakan
Kewarganegaraan.
Tembilahan:
Yayasan Pendidikan Auliaurrasyidin.
Langganan:
Postingan (Atom)